Dakwah

Ancaman dengan Melihat Neraka Jahim dan Pertanyaan tentang Kenikmatan

Allah mengancam penduduk Neraka dengan benar-benar akan melihat Neraka dengan mata kepala sendiri. Bahkan, karena kehebatan, kedahsyatan dan kengerian yang terlihat ketika Neraka itu menghembuskan napas panjang satu kali hembusan, maka setiap Malaikat yang dekat kepada Allah dan setiap nabi yang diutus, mereka jatuh tersungkur di atas kedua lututnya.

Allah Ta’ala berfirman:

Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin, niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan ‘ainul yaqin.” (QS. At-Takasur [102]: 1-7)

Selanjutnya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, ( ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ ) “Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu).” (QS. At-Takasur [102]: 8) Yakni, kamu benar-benar akan ditanya, apakah kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang diberikan oleh Allah kepadamu, atau tidak? Apakah nikmat kesehatan, kedamaian, rizki dan sebagainya, telah kamu syukuri dengan menggunakannya untuk beribadah kepada-Nya?

Ibnu Jarir meriwayatkan: al-Husain bin ‘Ali ash-Shuda-i menyampaikan kepadaku: al-Walid bin al-Qasim menyampaikan kepada kami dari Yazid bin Kaisan dari Abu Hazim dari Abu Hurairah, ia berkata, “Ketika Abu Bakar dan ‘Umar sedang duduk, tiba-tiba Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam datang, lalu beliau bertanya, “Mengapa kalian berdua duduk di sini?” Mereka menjawab, “Demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, kami tidak punya alasan untuk keluar rumah kecuali karena lapar.” Beliau bersabda, “Demi Dzat yang mengutusku dengan kebenaran, aku juga tidak punya alasan untuk keluar selain karena hal tersebut.”

Lalu mereka bertiga pergi, hingga tiba di rumah seseorang dari kaum Anshar. Mereka disambut oleh seorang perempuan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Ke mana si Fulan?” Perempuan itu menjawab, “Ia pergi mencari air minum untuk kami.” Kemudian datanglah tuan rumah membawa kantong air dari kulit. Ia berkata, “Selamat datang! Tidak ada yang mengunjungi para hamba, yang lebih baik daripada seorang Nabi yang pada hari ini mengunjungiku.”

Lalu ia menggantungkan kantong airnya di pohon kurma. Kemudian ia pergi, lalu kembali membawa setandan kurma. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Mengapa kamu tidak memilahnya?” Ia berkata, “Aku lebih suka jika kalian sendiri yang memilahnya sesuai dengan selera kalian.”

Kemudian dia mengambil pisau, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, “Jangan menyembelih betina penghasil susu.”

Pada hari itu ia menyembelih untuk nabi dan dua sahabatnya, kemudian mereka makan bersama-sama. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Kalian benar-benar akan ditanya tentang (nikmat) ini pada hari Kiamat nanti. Kalian keluar dari rumah karena lapar, hingga kalian tidak kembali ke rumah sampai kalian kenyang. Maka yang demikian ini termasuk kenikmatan.” [1] Hadits ini juga diriwayatkan oleh Muslim. [2]

Dalam Shahiih al-Bukhari, Sunan at-Tirmidzi, an-Nasa-i dan Ibnu Majah dari Ibnu ‘Abbas, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Ada dua kenikmatan dunia di mana banyak orang tertipu olehnya, yaitu kesehatan, dan waktu luang.” [3]

Artinya, mereka lalai dalam mensyukuri kedua nikmat tersebut. Mereka tidak melaksanakan kewajiban atas kedua nikmat tersebut. Barang siapa tidak melaksanakan hak dari apa yang menjadi kewajibannya, maka ia tertipu.

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda:

“Allah ‘Azza Wa Jalla berfirman, -Affan mengatakan yakni di hari Kiamat- ‘Hai anak keturunan Adam! Aku telah membawamu di atas punggung kudan dan unta. Aku menikahkanmu dengan wanita dan Aku menjadikanmu hidup mewah dan terhormat, lalu mana rasa syukurmu atas itu semua?” [4] Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Ahmad.

Wallahu A’lam.

Sumber:

Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. 2021. Shahih Tafsir Ibnu Katsir Jilid 9. Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir.

Catatan kaki:

[1] Ath-Thabari (XXIV/583)

[2] Muslim (II/1609). [Muslim (no. 2038)].

[3] Fat-hul Baari (XI/233), Tuhfatul Ahwadzi (VI/589), Tuhfatul Asyraaf (IV/465) dan Ibnu Majah (II/1396). [Al-Bukhari (no. 6412), at-Tirmidzi (no. 2304) dan Ibnu Majah (no. 4170)].

[4] Ahmad (II/492). [Ahmad (no. 10378), sanadnya shahih di atas syarat Muslim. Lihat Musnad Imam Ahmad, tahqiq Syaikh Syu’aib al-Arna-uth dan kawan-kawan, cetakan Mu-assasah ar-Risalah, Beirut].

Tinggalkan komentar