Dakwah

Hal-Hal yang Merusak/Membatalkan Pahala Amal

Sesungguhnya terdapat beberapa hal yang dapat merusak atau membatalkan pahala-pahala amal yang selama ini telah kita kerjakan. Beberapa diantaranya adalah:

1 Kufur, Syirik, Murtad, Nifaq

Sesungguhnya siapa pun yang mati dalam keadaan kafir, musyrik atau murtad, maka seluruh amal baiknya, seperti sedekah, silaturrahim, serta menjaga hak-hak tetangga dan sebagainya, menjadi tidak sah. Karena syarat sah ibadah seseorang adalah mengetahui untuk siapa ia beribadah. Sedangkan orang yang kafir tidak demikian, maka amalnya pun batal (tidak diterima).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jika Allah telah mengumpulkan seluruh manusia dari yang pertama sampai yang terakhir pada hari (kiamat) yang tidak diragukan lagi kedatangannya, seorang penyeru akan berkata: ‘Barang siapa yang menyekutukan-Nya dengan seseorang dalam amalannya yang ia lakukan untuk Allah maka hendaklah ia meminta pahala dari orang tersebut, karena Allah paling tidak butuh kepada sekutu.” (Shahih lighairihi. HR. At-Tirmidzi (3154), Ibnu Majah (4203), Ahmad (IV/215), Ibnu Hibban (7301))

Allah Ta’ala berfirman:

 وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 217)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:

مَا كَانَ لِلْمُشْرِكِينَ أَنْ يَعْمُرُوا مَسَاجِدَ اللَّهِ شَاهِدِينَ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ بِالْكُفْرِ ۚ أُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ وَفِي النَّارِ هُمْ خَالِدُونَ

“Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.” (QS. At-Taubah [9]: 17)

Allah Ta’ala berfirman:

وَالَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا وَلِقَاءِ الْآخِرَةِ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ ۚ هَلْ يُجْزَوْنَ إِلَّا مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan mendustakan akan menemui akhirat, sia-sialah perbuatan mereka. Mereka tidak diberi balasan selain dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf [7]: 147)

Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَصَدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ مَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ

“Sesungguhnya orang-orang kafir dan (yang) menghalangi manusia dari jalan Allah kemudian mereka mati dalam keadaan kafir, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampun kepada mereka.” (QS. Muhammad [47]: 34)

Bahkan Allah menetapkan syariat dengan mengingatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dalam konteks mengancam umatnya. Apabila Rasulullah yang dengan kedudukannya yang mulia, berbuat syirik maka akan batallah seluruh amalannya lalu bagaimana dengan diri kita ini.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (QS. Az-Zumar [39]: 65)

2. Berbuat Riya

Celaan terhadap riya telah disebutkan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Di antaranya:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,” (QS. AL-Ma’un [107]: 4)

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

“(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. AL-Ma’un [107]: 5)

الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ

“orang-orang yang berbuat riya,” (QS. AL-Ma’un [107]: 6)

وَيَمْنَعُونَ الْمَاعُونَ

“dan enggan (menolong dengan) barang berguna.” (QS. AL-Ma’un [107]: 7)

Sebagian hadits yang menjelaskan tentang tercelanya perbuatan riya, karena pada hakekatnya riya merupakan syirik kecil. Riya dapat membatalkan pahala amal, sebagaimana ditunjukkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“…..seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 264)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya yang paling aku takutkan pada kalian adalah syirik kecil, yaitu riya. Allah ‘Azza wa Jalla akan berfirman pada hari Kiamat setelah membalas amalan manusia: ‘Pergilah kepada orang-orang yang dulu kalian berbuat riya kepadanya di dunia, dan lihatlah, apakah kamu mendapat balasannya di sisi mereka.'” (Shahih. HR. Ahmad (V/428-429) dan al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (4135) dari hadits Mahmud bin Labid dengan sanad shahih dans esuai dengan syarat Muslim)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Maukah aku kabarkan kepada kalian suatu perkara yang lebih aku takutkan menimpa kalian daripada al-Masih ad-Dajjal? Perkara itu adalah syirik tersembunyi, yaitu seseorang bangkit untuk melaksanakan shalat, lalu ia perbagus shalatnya karena ia tahu ada seseorang yang memperhatikan.” (Hasan. HR. Ibnu Majah (2604) dari Abu Sa’id al-Khudri)

3. Mengungkit-ungkit Kebaikan Disertai Menyakiti Hati Orang yang Diberi Kebaikan

Berinfak di jalan Allah termasuk perbuatan ma’ruf yang akan mendekatkan seseorang hamba kepada Rabbnya dan menjaganya dari su’ul khatimah (akhir yang buruk)

Allah Subhanahu wa Ta’ala memuji hamba-hamba-Nya yang gemar berinfak melalui firman-Nya:

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ لَا يُتْبِعُونَ مَا أَنْفَقُوا مَنًّا وَلَا أَذًى ۙ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]: 262)

Oleh karena itu, jelaslah bahwa pahala infak hanya akan diberikan kepada orang yang ikhlas, yang amalannya tidak disertai dengan perbuatan mengungkit-ungkit dan menyakiti hati orang yang ia beri. Karena kedua perbuatan tersebut dapat membatalkan pahala shadaqah.

Terkait hal ini Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالْأَذَىٰ كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلَا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۖ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا ۖ لَا يَقْدِرُونَ عَلَىٰ شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا ۗ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.” (QS. Al-Baqarah [2]: 264)

Maka, hendaklah diri kita bersungguh-sungguh untuk berinfak, memberi makan, dan memberikan apa saja karena mengharap keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jangan pernah mengharapkan balasan dari manusia dan apapun bentuknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:

وَيُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلَىٰ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَيَتِيمًا وَأَسِيرًا

“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan.” (QS. Al-Insan [76]: 8)

نَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS. Al-Insan [76]: 9)

Sungguh, Allah hanya akan menerima amalan orang yang ikhlas. Orang yang ketika memberi, tujuannya yang hanya mengharapkan ridha Allah, dan mereka tidak suka dipuji dan disebut-sebut karena apa yang telah mereka berikan. Sebab mereka yakin bahwa mengungkit-ungkit kebaikan dan menyakiti orang yang diberi akan menghancurkan amalan tersebut dan membatalkan pahala shadaqahnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tiga golongan yang Allah tidak menerima amal ibadahnya, baik yang wajib maupun yang sunnah: anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang mendustakan takdir.” (Hasan. HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (323) dan ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir (7547) dan lain-lainnya, dari hadits Abu Umamah. Sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib wat Tarhib (III/321), dan disetujui oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah (1785). Saya katakan: “Hadits itu sebagaimana yang dikatakan oleh keduanya.”)

Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tiga golongan yang tidak akan Allah ajak bicara pada hari Kiamat, tidak pula Allah memperhatikan kepada mereka dan juga tidak mensucikan mereka, serta bagi mereka azab yang pedih.” Abu Hurairah berkata: ‘Beliau mengulanginya hingga tiga kali.’ Abu Dzarr berkata: ‘Sungguh merugi, siapakah mereka wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “Musbil (orang yang memakai kain di bawah mata kaki), orang yang mengungkit-ungkit kebaikannya dan orang yang menjual barang dagangannya dengan sumpah palsu.” (HR. Muslim (106))

Dari Abdullah bin Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tiga golongan yang tidak akan masuk Surga: ‘Anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang terus-menerus minum khamer dan orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya.'” (Shahih. HR. An-NAsa’i (V/80-81), Ahmad (II/134), al-Hakim (IV/146-147), al-Baihaqi (VIII/288), al-Bazzar (1875) dan selain mereka dari beberapa jalur dari Salim bin ‘Abdillah. Saya katakan: “Sanadnya shahih.”)

Allah Ta’ala berfirman:

قَوْلٌ مَعْرُوفٌ وَمَغْفِرَةٌ خَيْرٌ مِنْ صَدَقَةٍ يَتْبَعُهَا أَذًى ۗ وَاللَّهُ غَنِيٌّ حَلِيمٌ

“Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.” (QS. AL-BAqarah [2]: 263)

4. Mendustakan Takdir

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Toga golongan yang Allah tidak menerima amal ibadahnya, yang wajib dan yang sunnah: anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang mendustakan takdir.” (Hasan. HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (323) dan ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir (7547) dan lain-lainnya, dari hadits Abu Umamah. Sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib wat Tarhib (III/321), dan disetujui oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah (1785). Saya katakan: “Hadits itu sebagaimana yang dikatakan oleh keduanya.”)

Dari Zaid bin Tsabit, Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin Mas’ud dan Huzaifah bin al-Yaman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Seandainya Allah mengadzab penduduk langit dan bumi, niscaya hal itu bukanlah karena kezhaliman-Nya. Seandainya Allah merahmati mereka, niscaya hal itu karena rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amalan yang mereka lakukan. Dan seandainya engkau menginfakkan emas sebesar gunung Uhud di jalan Allah, Allah tidak akan menerimanya sampai engkau beriman kepada takdir, dan meyakini bahwa sesuatu yang menimpamu tidak akan luput darimu, dan sesuatu yang luput darimu tidak akan mengenaimu. Jika engkau mati tanpa meyakini itu, engkau pasti masuk Neraka.” (Shahih. HR. Abu Dawud (4699), Ibnu Majah (77), Ahmad (V/182-183, 185, 189), ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir (4990), Ibnu Hibban (1817- Mawaridhuzh Zham-an), daan Ibnu Abi Ahsim pada as-Sunnah (245) dari jalan Ibnu Dailami dari mereka. Saya katakan: “Sanadnya shahih.”).

5. Meninggalkan Shalat Ashar

Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan hamba-Nya untuk selalu menjaga shalat, khusuhnya shalat Wustha, yaitu shalat Ashar.

Allah Ta’ala berfirman:

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

“Peliharalah semua shalat(mu), dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu’.” (QS. Al-Baqarah [2]: 238)

Allah telah memperingatkan manusiaagar harta, keluarga, atau kesenangan dunia, tidak melalaikan mereka dari mendirikan shalat. Dia juga mengancam pelakunya dengan hukuman yang sangat berat, terutama bagi mereka yang melalaikan shalat Ashar.

Allah Ta’ala berfirman:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat,” (QS. Al-Ma’un [107]: 4)

الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya,” (QS. Al-Ma’un [107]: 5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Orang yang meninggalkan shalat Ashar, sepetti kehilangan keluarga dan hartanya.” (HR. Al-Bukhari (II/30 –Fat-hul Bari) dan Muslim (626), dari hadits Abdullah bin Umar)

Dari Abdul Malih Amir bin Usamah bin Umair al-Hudzali, ia berkata: “Kami bersama Buraidah pada salah satu peperangan di suatu hari yang mendung. Ia berkata: ‘Segeralah dirikan shalat Ashar, karena Nabi bersabda:

‘Barang siapa meninggalkan shalat Ashar, maka amalannya akan terhapus.'” (HR. Al-Bukhari (II/31, 66) – Fat-hul Bari)

6. Memvonis Dosa dengan bersumpah Atas Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala

Dari Jundub, bahwa Rasulullah pernah mengisahkan seorang laki-laki yang berkata: “Demi Allah, Allah tidak akan mengampuni si fulan.” Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Siapakah yang lancang bersumpah atas Nama-Ku, bahwa aku tidak akan mengampuni si fulan? Sungguh, Aku telah mengampuni si fulan dan menghapus amalanmu.” (HR. Muslim (XVI/174 – Syarh Nawawi)

7. Menentang Rasul dengan Perkataan atau Perbuatan

Allah Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al-Hujurat [49]: 2)

Dari Anas bin Malik, ia menuturkan: “Ketika turun ayat ini, Tsabit bin Qais duduk di rumahnya dan berkata: ‘[Amalanku telah gugur] dan aku termasuk penghuni Neraka.’ Ia pun menutup diri dari Nabi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bertanya kepada Sa’ad bin Mu’adz: ‘Wahai Abu Amr, ada apa dengan Tsabit?’ Sa’ad menjawab: ‘Ia tetanggaku, tetapi aku tidak tahu jika ia mengeluhkan sesuatu.’ Lalu, Sa’ad bin Mu’adz pun mendatanginya dan menceritakan kepadanya pertanyaan rasul tadi. Tsabit berkata ‘Telah turun ayat dan engkau tahu bahwa aku adalah orang yang paling keras suaranya kepada Rasulullah; maka itu bebrarti aku termasuk ahli Neraka.’ Sa’ad lalu menceritakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersadba: ‘Justru ia termasuk ahli Surga.'” (HR. Al-Bukhari (VI/260, VIII/590) dan Muslim (II/133-134 – Syarh Nawawi) dan ini a adalah tambahan dalam riwayat al-Bukhari dan ng adalah tambahan dalam riwayat al-Bukhari dan Ahmad (III/137))

Dengan hadits ini jelaslah bahwa maksud ‘meninggukan suara” yang membatalkan amal pada ayat di atas adalah menentang Nabi dan menyalahi perintahnya, serta tidak mentaati perkataan maupun perbuatan beliau.

Tentang hal ii Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

۞ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu.” (QS. Muhammad [47]: 33)

8. Berbuat Bid’ah dalam Agama

Perbuatan bid’ah membatalkan amalan dan menghilangkan pahala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewanti-wanti hal tersebut dengan sabdanya:

“Barang siapa yang menciptakan (membuat sesuau yang baru -ed) dalam agama ini yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak.” (HR. Al-Bukhari (V/30) dan Muslim (XII/16-Syarh Nawawi) dari hadits Aisyah)

(Dalam riwayat lain) “Barang siapa yang melakukan amal ibadah dengan suatu amalan yang tidak berasaskan pada agama kami, maka ia tertolak.”

9. Melanggar Larangan-Larangan Allah ketika Sendiri

Dari Tsauban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sungguh, aku mengetahui (bahwa) beberapa kaum dari umatku ada yang datang pada hari Kiamat dengan kebaikan sebesar gunung Tihamah, lalu Allah ‘Azza wa Jalla menjadikannya sia-sia bagaikan debu-debu yang beterbangan.”

Tsaubah lantas berkata: “Wahai Rasulullah, sebutkanlah sifat-sifat mereka kepada kami, jelaskanlah ciri-ciri mereka kepada kami, agar kami tidak masuk dalam golongan mereka, sedangkan kami tidak menyadarinya.” Beliau bersabda: “Ketahuilah, mereka adalah saudara kalian; kulit mereka juga sama seperti kalian. Mereka menjadikan sebagian malam untuk beribadah sebagaimana yang kalian lakukan. Akan tetapi mereka adalah orang-orang yang apabila sedang sendiri, mereka melanggar larangan-larangan Allah.” (Shahih: HR. Ibnu Majah (4245) dari hadits Tsaubah dengan sanad shahih, dan para perawinya tsiqah. Hadits itu dishahihkan oleh al-Mundziri, al-Bushiri dan Syaikh al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah no. 505)

10. Senang dengan Dibunuhnya Orang Mukmin

Darah seorang muslim terlindungi. Tidak halal bagi seorang pun menumpahkannya, kecuali dengan alasan yang dibenarkan syariat.

Banyak ayat dan hadits shahih yang secara tegas menerangkan tentang terjaganya kehormatan seorang muslim, dan ancaman keras bagi siapa saja yang menghalalkan darahnya lalu menumpahkannya, sementara hal tersebut ia lakukan tanpa berdasarkan kepada petunjuk Allah ‘Azza wa Jalla.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يَّقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآ ؤُهٗ جَهَـنَّمُ خَا لِدًا فِيْهَا وَغَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهٗ وَاَ عَدَّ لَهٗ عَذَا بًا عَظِيْمًا

Dan barang siapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah Neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. An-Nisa’ 4: Ayat 93)

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa yang membunuh seorang Mukmin lalu ia merasa senang karena telah membunuhnya, maka Allah tidak akan menerima amal ibadahnya, yang wajib maupun yang sunnah.” (HR. Abu Dawud (4270) dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash-Shamith. Saya katakan: “Sanadnya shahih.”)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Seorang mukmin akan senantiasa merasa ringan beramal lagi shalih selama ia tidak menumpahkan darah yang diharamkan. Jika ia menumpahkan darah yang diharamkan, maka ia terputus (maksudnya, terputus dan susah untuk berbuat kebaikan -ed)” (Shahih. HR. Abu Dawud (4270) dari hadits Abu Darda’ dan Ubadah bin ash-Shamit. Saya katakan: “Sanadnya shahih.”)

11. Tinggal Bersama Kaum Musyrik di Negeri Kafir Harbi

Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: “Wahai Nabi Allah, dulu aku bersumpah lebih dari jumlah ini (Maksudnya, jumlah jari-jemari tangannya -ed) untuk tidak mendatangimu dan tidak akan mengikuti agamamu. Dan aku tidak mengerti apapun selain apa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Dengan nama Allah, aku ingin bertanya kepadamu. Dengan apakah Rabbmu mengutusmu kepada kami?” Nabi menjawab: “Dengan membawa Islam.” Dia kembali bertanya: “Apa ciri-ciri Islam itu?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau mengatakan: ‘Aku menyerahkan wajah (diri)ku kepada Allah ‘Azza wa Jalla dan hanya beribadah kepada-Nya. Engkau dirikan shalat dan tunaikan zakat. Setiap muslim atas muslimlainnya adalah haram, dan mereka adalah dua saudara yang saling menolong. Allah tidak akan menerima amalan orang musyrik setelah masuk Islam sampai ia meninggalkan (negeri) kaum musyrikin menuju (negeri) kaum muslimin.” (Hasan. HR. An-Nasa-i (V/82-83), Ibnu Majah (2536) tanpa pendahuluannya, Ahmad (V/4-5), Hakim (IV/600) dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Saya katakan: “Sanadnya hasan karena Bahz seorang yang hasan haditsnya insya Allah”)

12. Mendatangi Dukun dan Peramal

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang mendatangi peramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu, dengan tidak diterima shalatnya selama 40 hari.

Beliau bersabda:

“Barang siapa yang mendatangi peramal lalu menanyakan kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 hari.” (HR. Muslim (XIV/227))

Ancaman ini ditunjukan kepada orang yang mendatanginya dan sekedar bertanya. Sedangkan orang yang membenarkannya, maka ia kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad. Beliau bersabda:

“Barang siapa yang mendatangi peramal atau dukun, lalu membenarkan apa yang ia katakan, sungguh, ia telah kafir kepada apa yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Shahih. HR At-Tirmidzi (135), Abu Dawud (3904), Ibnul Jarud (107), Ahmad (II/408-476), dan lainnya dari hadits Abu Hurairah. Saya katakan bahwa hadits ini memang shahih)

13. Durhaka kepada Kedua Orang Tua

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan kita untuk beribadah dan mentauhidkan-Nya. Allah menyandingkan perihal berbakti kepada orang tua dengan perintah beribadah kepada-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.…” (QS. Al-Isra’ [17]: 23)

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menyandingkan perintah untuk berterimakasih pada orang tua dengan perintah untuk bersyukur kepada-Nya.

Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَوَصَّيْنَا الْاِ نْسٰنَ بِوَا لِدَيْهِ ۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصٰلُهٗ فِيْ عَا مَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِـوَا لِدَيْكَ ۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ

Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu.” (QS. Luqman 31: Ayat 14)

Allah sendiri memerintahkan untuk berbakti dan berbuat baik kepada keduanya, sekaligus melarang durhaka dan mengingkari jasa mereka dalam mendidik anak.

Durhaka kepada orang tua merupakan salah satu dosa besar dan penghapus pahala amal shalih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tiga golongan yang Allah tidak menerima amal ibadahnya, yang wajib dan yang sunnah: anak yang durhaka kepada orang tuanya, orang yang mengungkit-ungkit pemberiannya dan orang yang mendustakan takdir” (Hasan. HR. Ibnu Abi Ashim dalam as-Sunnah (323) dan ath-Thabrani dalam Mu’jam al-Kabir (7547) dan lain-lainnya, dari hadits Abu Umamah. Sanadnya dihasankan oleh al-Mundziri dalam at-Targhib wat Tarhib (III/321), dan disetujui oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah (1785). Saya katakan: “Hadits itu sebagaimana yang dikatakan oleh keduanya.”)

14. Candu Khamer (Minuman Keras)

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memerintahkan di dalam Al-Qur’an agar menjauhi khamer. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan bahwa Allah melaknat setiap orang yang berhubungan dengan khamr, apapun bentuknya. Oleh karena itu, Allah menghapus secara berangsur-angsur pahala amalan orang yang meminumnya sampai ia benar-benar taubat nasuha.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Barang siapa meminum khamer, tidak diterima shalatnya selama 40 hari, jika ia bertaubat, Allah terima taubatnya. Jika ia kembali minum khamr, tidak diterima shalatnya 40 hari, jika bertaubat, Allah terima taubatnya. Jika ia kembali minum khamr, tidak diterima shalatnya 40 hari, jika ia bertaubat, Allah terima taubatnya. Jika ia kembali minum khamr untuk keempat kalinya, tidak diterima shalatnya 40 hari, jika ia bertaubat, Allah tidak lagi menerima taubatnya dan akan memberinya minum dari sungai Khabal.” Abu Abdirrahman ditanya: “Apakah sungai Khabal itu wahai Abu Abdirrahman?” Ia menjawab: “Sungai yang berasal dari nanah penduduk Neraka.” (Shahih, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (1862) dan yang lainnya dari hadits Abdullah bin Umar. Hadits ini mempunyai syahid dari hadits Abdullah bin ‘Amr. Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (3377), Ahmad (II/35, 189), al-Hakim (IV/146) dan Ibnu Hibban (1378 – Mawariduzh Zham-an). Tafsir sungai Khabal sebagai perasan nanah ahli Neraka ada dalam hadits yang juga marfu’)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

“Apabila pecandu khamer mati, ia bertemu dengan Allah sama seperti penyembah berhala.” (Hasan dengan syawahid-nya, diriwayatkan oleh Ahmad (I/272). Ibnu Hibban (1389 – Mawariduzh Zham-an), Abu Nu’aim dalam al-Hilyah (IX/253) dan lainnya dari banyak jalan dari Ibnu Abbas. Dan mempunyai syahid dari hadits Abu Hurairah secara ringkas, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam at-Tarikh al-Kabir (I/129), Ibnu Majah (3375) dan lainnya. Saya katakan: “Dalam sanadnya ada sedikit kelemahan, namun keadaan seperti ini bisa dijadikan syahid, maka hadits ini hasan dengan syawahid-nya. Wallahu a’lam)

15. Berkata Dusta dan Beramal dengannya

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa tidak meninggalkan perbuatan dusta dan berperilaku dusta, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makanan dan minumannya (yakni puasanya).” (HR. Al-Bukhari (IV/16 dan X/473 – Fathul Bari)).

16. Memelihara Anjing, Kecu untuk Menjaga Ternak, Kebun, atau Berburu

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Barang siapa yang memelihara anjing, maka setiap hari pahalanya berkurang satu qirath (dalam riwayat lain: ‘dua qirath’), kecuali anjing untuk menjaga tanaman atau ternak.” (HR. Al-Bukhari (VI/360-al-Fat-h), Muslim (X/240 – Syarh Nawawi) dan lainnya dari hadits Abu Hurairah, dan riwayat kedua adalah riwayat Muslim. Diriwayatkan juga dari Abdullah bin Umar dan Sufyan bin Abi Zuhair)

17. Budak yang Kabur Sampai Ia Kembali kepada Majikannya

Mungkin, ada orang yang menganggap bahwa masalah ini tidak ada manfaatnya untuk disebutkan, karena di zaman ini sudah tidak ada perbudakan di negara Islam, khususnya bahwa Islam dari semula telah mengikis habis perbudakan)

18. Wanita yang Durhaka kepada Suaminya Sampai Ia Kembali Taat

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

Dua golongan yang shalatnya tidak sampai melewati kepalanya (tidak diterima Allah); budak yang kabur dari tuannya sampai ia kembali, dan wanita yang durhaka kepada suaminya sampai ia kembali (taat).” (Shahih, HR. al-Hakim (IV/173) dan ath-Thabrani (I/172) dari jalan Umar bin Ubaid ath-Thanafisi, dari Ibrahim bin Muhajir, dari Nafi’, dari Ibnu Umar secara marfu’. Saya katakan: “Sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim, kecuali Ibrahim bin Muhajir hanya dipakai oleh Muslim saja)

19. Orang yang Menjadi Imam, sedang Makmum Benci Kepadanya

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda:

“Tiga golongan yang shalat mereka tidak melewati telinga mereka (tidak diterima Allah); budak yang kabur sampai ia kembali, wanita yang melewati malam sementara suaminya marah kepadanya, dan imam suatu kaum sementara mereka membencinya.”

At-Tirmidzi berkata dalam Sunan-nya (II/192): “Sebagian ulama memakruhkan orang yang mengimami suatu kaum, sementara mereka membencinya. Namun jika ternyata imam itu tidak berbuat zhalim, maka yang berdosa adalah orang yang membencinya.” (Shahih lighairihi, diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (360), ia berkata: “Hadits ini hasan gharib dari sisi ini.” Dan disetujui oleh Syaikh al-Albani dalam takhrij Misykatul Mashabih (1122))

Beliau menukil dari Manshur (II/193): “Kami bertanya tentang hakekat imam yang dimaksud?” Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang dimaksud oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah para imam yang zhalim, adapun imam yang menegakkan Sunnah, maka yang berdosa adalah orang yang membencinya.”

Saya katakan: “Dari sini jelaslah bahwa masalah ini tidak tergantung kepada hawa nafsu para makmum, akan tetapi berdasarkan keselarasan masalah ini dengan Sunnah atau penyimpangan darinya.”

20. Tidak Menyapa Saudara Sesama Muslim tanpa Alasan Syar’i

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Pintu-pintu Surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis, maka diampunilah setiap hamba yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, kecuali seseorang yang bertengkar dengan saudaranya. Dikatakan (kepada Malaikat): ‘Tunggulah sampai keduanya berdamai, tunggulah sampai keduanya berdamai, tunggulah sampai keduanya berdamai.'” (HR. Muslim (XVI/122,123 –Syarh Nawawi)

Allahu A’lam.

Disalin dari:

Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali. 2015. Penyebab Rusaknya Amal Menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang Shahih. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.

Tinggalkan komentar